Day 22 — Apakah seorang selebritis bisa langsung dijadikan influencer sebuah brand?

Dalam hal mengidentifikasi influencer, aturan untuk selebriti sama dengan yang lainnya. Apakah selebriti tersebut tertarik dengan produk atau layanan yang dimiliki brand? Apakah mereka menggunakannya dan membicarakannya dalam kehidupan sehari-hari? Apakah mereka suka berbagi cerita dengan orang lain tentang hal itu? Jika ya, mungkin selebriti tersebut cocok untuk dijadikan influencer suatu brand.

Namun menjadi selebriti tidak otomatis membuat seseorang berpengaruh, terutama dalam masyarakat yang terkotak-kotak. Bisa jadi seorang selebriti dicintai disuatu kelompok namun dibenci dikelompok lain, hal ini menjadi buruk jika orang-orang yang membenci selebriti tersebut adalah target pemasaran dari brand.

Salah satu contoh selebriti yang cocok untuk menjadi influencer adalah Oprah Winfrey, oprah memiliki koneksi atau jejaring yang cukup besar untuk membagikan hasratnya dengan orang lain. Dia juga merupakan storyteller yang hebat, sehingga mampu menceritakan pengalamannya menggunakan produk/layanan dengan sangat baik, salah satu modal untuk menciptakan word of mouth.

Hal ini yang membuat oprah bisa dijadikan influencer suatu brand yang cocok dengan karakternya. Tetapi yang terpenting bukanlah ukuran megafon yang dimilikinya, yang membuat Oprah spesial adalah dia memiliki kepribadian influencer yang dapat dirasakan orang melalui televisi, dan itu sangat jarang dimiliki oleh orang lain.

Jika berbicara tentang pemasaran mulut ke mulut, seseorang tidak menjadi berpengaruh karena mereka selebriti, seseorang akan menjadi berpengaruh karena mereka memiliki passion terhadap suatu produk dan suka menceritakan pengalamannya menggunakan suatu brand kepada orang-orang.

Jika suatu brand tidak selektif dalam memilih influencer, maka hal tersebut akan menjadi boomerang bagi brand. Influencer harus memiliki ketertarikan yang sesuai dengan brand, jika seorang influencer dalam kehidupan pribadinya tidak terlalu dekat dengan dunia otomotif, maka efek yang ditimbulkan ketika influencer tersebut mempromosikan suatu brand otomotif dampaknya tidak akan sebesar influencer yang memang identik atau dekat dengan dunia otomotif.

Brand juga harus melihat apakah seorang influencer memiliki followers yang sesuai dengan target pasar mereka, jika tidak sesuai dengan target pasar suatu brand, maka campaign yang dilakukan oleh brand tidak akan mencapai hasil yang diinginkan. Oleh karena itu brand harus sangat selektif dalam memilih influencer, jumlah followers terkadang tidak berbanding lurus dengan jumlah pembelian ataupun kunjungan dari followers seorang influencer ke page milik brand.

Beberapa influencer tidak memiliki banyak followers namun followersnya sangat percaya dengannya, sehingga conversion rate dari awareness ke pembelian sangat tinggi. Hal ini juga yang biasanya membuat influencer dengan followers kecil namun sangat terpengaruh, memiliki rate card yang tinggi karena menjanjikan return yang tinggi.

Source : Wright,T. 2015. Fizz Harness The Power of Word of Mouth Marketing to Drive Brand Growth. McGraw-Hill. New York.

--

--